Minggu, 15 Februari 2015

MAKALAH SOSIOLOGI MARITIM

BAB I
PENDAHULUAN

A.    latar belakang masalah
Masyarakat maritim tidak jauh  berbeda dengan masyarkat pada umumnya. Tetapi masyarakat maritim ini kebanyakan dari mereka menjadikan laut sebagai mata pencarian yang biasa di sebut dengan nelayan atau pelaut.
Pelaut sangat identik dengan orang-orang yang hidup di daerah perairan atau lebih tepatnya disebut dengan laut. Indonesia, sebuah negara maritime yang lebih dari wilayah lautnya meliputi 2/3 dari seluruh luas wilayah Negara dan memiliki kekayaan bahari yang begitu melimpah, layaknya menjadi surga setiap pelaut dan nelayan yang hidup di bumi ini. Namun apakah kenyataannya seperti itu.
Rasanya sulit untuk sekedar menjawab iya atas pertanyaan tersebut. Kenyataannya, nelayan yang mendiami pesisir lebih dari 22 persen dari seluruh penduduk Indonesia justru berada di bawah garis kemiskinan dan selama ini menjadi golongan yang paling terpinggirkan karena kebijakan dalam pembangunan yang lebih mengarah kepada daratan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008, penduduk miskin di indonesia mencapai 34,96 juta jiwa dan 63,47 persen % di antaranya adalah masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dan pedesaan. Di sisi lain pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya kelautan dan pesisir selalu beriringan dengan kerusakan lingkungan dan habitat seperti terumbu karang dan hutan mangrove, dan hampir semua eksosistim pesisir Indonesia terancam kelestariannya.
Hal tersebut menimbulkan sebuah ironi yang sangat bagi kita semua karena bagaimana bisa, sebuah negeri dengan kekayaan laut yang begitu melimpah malah tidak memberikan kesejahteraan bagi para nelayan? Apa sebetulnya yang menjadi masalah? Tulisan berikut ini akan mencoba untuk menguraikan permasalahan tersebut secara lebih mendalam.
B.     Rumusan masalah
a)      Pengertian masyarakat maritime
b)      Bagaimana kondisi masyarakat maritime
c)      Apakah penyebab banyaknya nelayan miskin di Indonesia
d)     Bagaimana cara menanggulangi kemiskinan masyarakat pesisir

C.    Tujun
a)      Menjelaskan pengertian masyarakat maritime
b)      Menjelaskan bagaimana kondisi masyarakat maritime
c)      Menjelaskan penyebab banyaknya nelayan miskin di Indonesia
d)     Menjelaskan cara penanggulangan kemiskinan masyarakat pesisir

D.    Manfaat
a)      Untuk menambah wawasan penulis tentang masyarkat pesisir.







                                                  









BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN MASYARAKAT MARITIM
     Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang bermukim di wilayah pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam dan jasa-jasa pedagang, pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan laut, pemilik atau pekerja pertambangan dan energi di wilayah pesisir, pemilik atau pekerja industri maritim misalnya galangan kapal.
Kegiatan kemaritiman bangsa Indonesia setua usia bangsa indonesia itu sendiri. Hal ini bisa dipahami karena asal mula nenek moyang bangsa Indonesia dari daratan Asia. Mereka datang ke kepulauan Indonesia secara bergelombang. Ada dua jalur yang mereka tempuh yaitu jalan barat dan jalan timur. Jalur barat berawal dari Asia daratan kemudian dengan melewati semenanjung Malaya, mereka menyeberang ke pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara. Sementara itu kelompok yang lewat jalur timur setelah meninggalkan daratan Asia mereka menuju Filipina, Sulawesi, Maluku,  Nusa Tenggara, Irian dan kepulauan di Samudera Pasifik.
Sudah barang tentu mereka datang dari daratan Asia dengan cara berlayar karena tidak ada alternatif transportasi lainnya. Dengan demikian kemampuan berlayar mengarungi lautan merupakan ketrampilan inheren yang mereka dimiliki oleh nenk moyang bangsa Indonesia. Dengan perahu-perahu yang sederhana mereka dapat mengarungi laut luas. Batas-batas pelayaran nenek moyang bangsa Indonesia: utara: Pulau Formosa, selatan: Pantai Australia, barat: Madagaskar, timur: kepulauan micronesia.
Hal ini bisa dipahami karena sejak awal abad masehi bangsa indonesia sudah terlibat secara aktif dalam pelayaran dan perdagangan internasional antara dunia Barat (Eropa) dengan dunia Timur (Cina) yang melewati selat Malaka. Dalam hal ini bangsa Indonesia bukan menjadi obyek aktivitas perdagangan itu tetapi telah mampu munjadi subyak yang menentukan. Suatu hal yang bukan kebetulan jika berbagai daerah di Nusantara memproduksi berbagai komoditi yang khas agar bisa ambil bagian aktif dalam aktivitas pelayaran dan perdagangan itu. Bahkan pada jaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, selat Malaka yang merupakan pintu gerbang pelayaran dan perdagangan dunia dapat dikuasai oleh bangsa Indonesia.
Pada masa selanjutnya, yaitu pada jaman kerajaan-kerajaan Islam, ketika perdagangan rempah-rempah sangat ramai, jalur-jalur perdagangan antar pulau di Indonesia, misalnya antara Sumatera-Jawa, Jawa-Kalimantan, Jawa-Maluku, Jawa-Sulawesi, Sulawesi-Maluku, Sulawesi-Nusa Tenggara, dan sebagainya menjadi bagian yang inheren dalam konteks perdagangan internasional.
B.     KONDISI MASYARKAT MARITIM
Masyarakat daerah pesisir atau maritim merupakan masyarakat yang mayoritas penghasilannya sehari-hari dari hasil laut, mereka itu adalah para nelayan. Aktivitas sehari-hari adalah menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut seperti kepiting, rumput laut, kerang, tiram dan sebagainya. Umumnya hidup di kawasan pesisir pantai sangat dipengaruhi oleh kondisi alam yang tidak menentu, terutama terjadinya angin, gelombang laut, sehingga aktivitas melaut terganggu dan tidak terjadi sepanjang masa. Secara otomatis penghasilan masyarakat pesisir akan menurun. Kasus ini merupakan problem bagi masyarakat pesisir dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Bila kebutuhan tidak terpenuhi, maka mereka akan mengalami kesulitan pemenuhan kebutuhan hidup yang akhirnya mengakibatkan miskin.
Berdasarkan beberapa realita dan penelitian yang terjadi, mayoritas penyebab kemiskinan nelayan adalah kemiskinan struktural, dimana umumnya ketika musim paceklik tiba mereka berhutang pada juragan-juragan. Utang akan dibayar saat kondisi alam membaik dan hasil tangkapan ikan melimpah. Prasyaratnya adalah nelayan harus menjual hasil tangkapannya pada juragan dengan harga yang ditentukan juragan. Implikasi dari hal ini malah memperburuk dan memperkeruh masalah, dimana seharusnya mereka mendapatkan bantuan malah ditambah dengan beban yang menyulitkan. Pantas dari beberapa kasus yang terjadi di tengah-tengah masyarakat akhirnya ada praktek pencurian hasil tangkapan nelayan lain, penggunaan pukat harimau, pengeboman dengan potas sehingga bibit ikan dan sejenisnya mati dan intinya merusak lingkungan.
Sama halnya dengan masyarakat Dusun Pesisir di Desa Aeng Panas Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep. 75% dari populasi masyarakatnya adalah para nelayan, yang lebih fokus kepada penangkapan kepiting dari pada ikan yang dilakukan pagi hari dan sore hari (sehari 2 kali ke laut). Secara umum mengalami apa yang dialami oleh para masyarakat nelayan di tanah air Indonesia. Pendapatan rendah karena bergantung kepada musim yang tidak pasti, pengetahuan rendah, alternatif sumber keuangan pun tidak ada untuk mencukupi kekurangan kebutuhan tadi, dan hutangpun menumpuk. Perilaku-perilaku tidak terpujipun akhirnya juga terjadi di tengah-tengah mereka.
Kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat pesisir adalah lagu lama yang tak dapat dielakkan disepanjang sejarah berdirinya republik Indonesia hingga bergulirnya era reformasi, rintihan pilu masyarakat pesisir tidak jua kunjung reda. Semestinya bangsa ini berbangga diri memiliki masyarakat yang rela mencurahkan hidup dan matinya untuk mengelola sumber daya kemaritiman. Mengingat pembangunan kemaritiman bagi bangsa ini merupakan modal besar dan peluang lebar untuk menuju persaingan ekonomi global. Dengan memberdayakan masyarakat pesisir dari kemiskinan dan keterbelakangan adalah langkah yang sangat mendasar dalam tahap awal pembangunan kemaritiman.
Namun, pada kenyataannya langkah tersebut belum menunjukkan sinyal yang pasti. Kurangnya akses pendidikan dan kesehatan bagi masyarkat pesisir adalah suatu pertanda bahwa nasib mereka masih berada dalam ketidak jelasan, sehingga akibatnya sumber daya masyarakat (SDM) yang mereka miliki sangat minim dalam mengelola kekayaan laut yang melimpah. Bukannya mereka tidak memiliki usaha yang keras dan keinginan yang gigih dalam memajukan sosial-ekonominya. Tapi, karena keterbatasan pendidikan, informasi dan teknologi yang membuat mereka harus menerima apa adanya.
 Dari sisnilah pentingnya perhatian berbagai pihak, baik itu konsultan pemberdayaan, aktivis LSM, peneliti, politisi, dan khususnya para penentu kebijakan untuk segera menguak nasib buram masyarakat pesisisir. Sebab, di akui atau pun tidak keterpurukan masyarakat pesisir kurang begitu diwacanakan atau dimunculkan kepermukaan, entah karena letak giografisnya yang terisolir, atau karena tertutup oleh permasalahan-permaalahan aktual yang bersifat sementara, sehingga berbagai pihak melupakan masyarakat yang terpinggirkan; masyarakat yang telah lama menahan sakit berkepanjangan.
Kepedihan mayarakat pesisir yang diombang-ambing keadaan bangsa yang tidak menentu, di mana pada kenyataannya mereka adalah korban dari kebusukan pikir para pemimpin, hingga masyarakat pesisir harus menderita dalam waktu yang berkepanjangan.. Masyarakat pesisir memiliki keinginan besar untuk terus mengembangkan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi wilayahnya, namun untuk mewujudkan keinginan tersebut terdapat berbagai hambatan besar yang diciptakan dari kesalahan sejarah. Masyarakat pesisir saat ini tidak berposisi sebagai penerima warisan, melainkan bagaimana mereka mencipta dan memberikan warisan untuk anak cucu mereka kelak, seperti pembuatan jalan raya, fasilitas ekonomi perikanan, fasilitas umum-sosial, dan seterusnya.
Realitas banyak terjadi diberbagai wilayah pesisir lainnya. Kelemahan-kelemahan tersebut biasanya terletak pada terbatasnya sarana dan prasarana ekonomi, rendahnya kualitas SDM, teknologi penangkapan ikan yang terbatas kapasitasnya, akses mudal dan pasar produk ekonomi lokal yang terbatas, tidak adanya kelembagaan sosial-ekomi yang dapat membangun masyarakat dan belum adanya komitmen pembangunan kawasan pesisir secara terpadu.






C.    PENYEBAB KEMISKINAN NELAYAN DI INDONESIA
Masalah kemiskinan nelayan merupakan masalah yang bersifat multi dimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan sebuah solusi yang menyeluruh, dan bukan solusi secara parsial. Untuk kita, terlebih dahulu harus diketahui akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan nelayan.
Secara umum, kemiskinan masyarakat pesisir ditengarai disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, inftastruktur. Di samping itu, kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah. Pada saat yang sama, kebijakan Pemerintah selama ini kurang berpihak pada masyarakat pesisir sebagat salah satu pemangku kepentingan di wilayah pesisir.
a.    Kondisi Alam
Kompleksnya permasalahan kemiskinan masyarakat nelayan terjadi disebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang selalu diliputi ketidakpastian (uncertainty) dalam menjalankan usahanya. Musim paceklik yang selalu datang tiap tahunnya dan lamanya pun tidak dapat dipastikan akan semakin membuat masyarakat nelayan terus berada dalam lingkaran setan kemiskinan (vicious circle) setiap tahunnya.
b.    Tingkat pendidikan nelayan
Nelayan yang miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi modern, kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapannya juga sangat rendah. Tingkat pendidikan nelayan berbanding lurus dengan teknologi yang dapat dihasilkan oleh para nelayan, dalam hal ini teknologi di bidang penangkapan dan pengawetan ikan. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain disebabkan oleh bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan. Oleh karena itu, diperlukan teknologi pengawetan ikan yang baik. Selama ini, nelayan hanya menggunakan cara yang tradisional untuk mengawetkan ikan. Hal tersebut salah satunya disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan pengusaaan nelayan terhadap teknologi.
c.    Pola kehidupan nelayan sendiri
Streotipe semisal boros dan malas oleh berbagai pihak sering dianggap menjadi penyebab kemiskian nelayan. Padahal kultur nelayan jika dicermati justru memiliki etos kerja yang handal. Bayangkan mereka pergi subuh pulang siang, kemudian menyempatkan waktunya pada waktu senggang untuk memperbaiki jaring. Memang ada sebagian nelayan yang mempunyai kebiasaan dan budaya boros dan hal tersebut menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah
d.    Pemasaran hasil tangkapan
Tidak semua daerah pesisir memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Hal tersebut membuat para nelayan terpaksa untuk menjual hasil tangkapan mereka kepada tengkulak dengan harga yang jauh di bawah harga pasaran.
e.    Program pemerintah yang tidak memihak nelayan
Salah satunya adalah dengan adanya kenaikan BBM yang merupakan momok bagi nelayan, melihat tingginya ketergantungan mereka terutama pada jenis solar. Jika sampan bermesin ukuran 5-12 PK membutuhkan rata-rata 10 liter solar sekali melaut, maka setiap sampan akan mengelurakan biaya Rp.21.000 dalam kondisi harga normal atau di pangkalan sebesar Rp.2100. Tetapi pada umumnya nelayan membeli harga solar Rp.25.00-27.000, karena tergantung pada tingkatan agen yang bermain di lapangan. Semakin banyak agennya maka semakin panjanglah rantai pasarnya dan semakin tinggilah harga solar sampai ke tangan nelayan. Harga tersebut ‘terpaksa” dibeli, untuk bisa melanjutkan hidup dengan melaut, meskipun dengan kondisi pas-pasan.
Selain itu, proses pemangkasan kekuatan rakyat pada masa orde baru, masih terasakan dengan melemahnya kearifan-kearfian lokal. Dulu, tradisi jamu laut di Sumatera Utara masih efektif terutama dalam hal pelarangan penangkapan ikan pada musim tertentu. Biasanya setelah jamu laut, dilarang pergi melaut selama beberapa hari, dengan demikian ada waktu pemulihan sumber daya ikan . Tak heran kalau sehabis jamu laut, dipercaya ada berkah laut dengan hasil tangkapan yang banyak. Sayangnya, semuanya itu tidak lagi seutuhnya terjadi hari ini, karena jamu lautpun sudah mulai pudar, dan hanya menjadi ritus-ritus belaka. Potret kemiskinan struktural terjadi karena negara sejak lama mengabaikan potensi bahari yang kaya raya ini sehingga hanya dikuasai segelinitir orang termasuk sebagain besar oleh kapal-kapal asing.
D.      PENANGGULANGAN KEMISKINAN MASYRAKAT MARITIM
Kemiskinan masyarakat pesisir bersifat multi dimensi dan ditengarai disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, inftastruktur. Di samping itu, kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah. Pada saat yang sama, kebijakan Pemerintah selama ini kurang berpihak pada masyarakat pesisir sebagat salah satu pemangku kepentingan di wilayah pesisir.
Ironisnya kemiskinan dan ketidakberdayaan masyarakat ini justru terjadi pada negara maritim seperti Indonesia yang memiliki sumberdaya pesisir dan lautan yang melimpah. Kemiskinan yang disandang nelayan merupakan salah satu sumber ancaman potensial kelestarian sumberdaya pesisir dan lautan. Berbagai sebab, salah satunya adalah desakan ekonomi dan tuntutan hidup menuntut masyarakat untuk memperoleh pendapatan melalui usaha ekstraksi sumberdaya perairan dan kelautan dengan menghalalkan segala cara tanpa mempedulikan akibatnya.
Berbagai upaya untuk penanggulangan kemiskinan telah banyak dilakukan, namun pemerintah belum memiliki konsep yang jelas, sehingga penanganan masih bersifat parsial dan tidak terpadu. Akibatnya angka kemiskinan belum dapat diturunkan secara signifikan. Dan justru dengan adanya program penanggulangan kemiskinan, malah jumlah penduduk miskin bertambah.
Keterpaduan penanganan kemiskinan nelayan sangat dibutuhkan sekali, tujuannya adalah untuk menghilangkan egosektor dari masing-masing pemangku kepentingan. Keterpaduan tersebut adalah sbb : pertama, keterpaduan sektor dalam tanggung jawab dan kebijakan. Keputusan penanganan kemiskinan nelayan harus diambil melalui proses koordinasi diinternal pemerintah, yang perlu digaris bawahi adalah kemiskinan nelayan tidak akan mampu ditangani oleh secara kelembagaan oleh sektor kelautan dan perikanan, mulai dari pusat sampai kedaerah. Kedua, keterpaduan keahlian dan pengetahuan, untuk merumuskan berbagai kebijakan, strategi, dan program harus didukung berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan keahlian, tujuannya adalah agar perencanaan yang disusun betul-betul sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat nelayan. Ketiga, keterpaduan masalah dan pemecahan masalah sangat diperlukan untuk mengetahui akar permasalahan yang sesungguhnya, sehingga kebijakan yang dibuat bersifat komprehensif, dan tidak parsial.  Keempat, keterpaduan lokasi, memudahkan dalam melakukan pendampingan, penyuluhan dan pelayanan (lintas sektor), sehingga program tersebut dapat dilakukan secara efektif dan efesien.
Kegagalan penanganan kemiskinan nelayan ini selama ini, disamping kurangnya keterpaduan, juga terdapatnya berbagai kelemahan dalam perencanaan. Untuk itu dalam proses perencanaan harus unsur-unsur sebagai berikut : pertama, perumusan sasaran yang jelas, berupa ; hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan yang dibuat, kelembagaan yang bertanggung jawab, serta objek dari kegiatan. Kedua, pengidentifikasian situasi yang ada, yaitu dengan mempertimbangkan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman), tujuannya untuk mengetahui kondisi sesungguhnya tentang objek yang akan ditangani. Selanjutnya akan memudahkan dalam menyusun berbagai strategi yang mendukung penanganan kemiskinan nelayan.
Ketiga, penentuan tujuan harus bersifat spesifik (objek, kegiatan, dibatasi waktu dan terukur), sehingga pengentasan kemiskinan nelayan jelas siapa sasarannya dan jenis kegiatan yang akan dilakukan, dan selanjutnya berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam pencapaian tujuan dapat ditentukan dengan jelas.  Keempat, menganalisa keadaan, pelaksanaan kegiatan harus disesuaikaan antara ketentuan yang telah ditetapkan dengan realiatas yang ada dilapangan, dan apabila terjadi permasalahan diluar dugaan, maka perlu segera dibuatkan stretegi dan tindakan baru untuk menutup jurang perbedaan.  Kelima, pendampingan, monitoring dan evaluasi, pendampingan harus dilakukan awal kegiatan dilaksanakan, sampai paca kegiatan, sehingga akan menjadi bahan evaluasi, apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Kesemua unsur-unsur tersebut akan terpenuhi apabila didukung oleh : pertama, penyusunan program harus dimulai dari identifikasi masalah, tujuannya adalah untuk mengumpulkan data dan fakta yang aktual, sehingga akar permasalahan ( isu, penyebab, dampak, lokasi, dll) dapat diketahui dengan jelas. Kedua, dalam pengelolaan program harus jelas proses pengelolaan (perumusan, pelaksanaan rencana, pengawasan dan evaluasi), tidak hanya terfokus pada proses administrasi. Ketiga, tindakan yang betul-betul untuk memecahkan setiap masalah, bukan untuk kepentingan politik penguasa dan pengusaha.
Selanjutnya melalui konsep yang dikemukakan ini akan dapat dirumuskan berbagai strategi pengentasan kemiskinan seperti: perluasan kesempatan kerja,pemberdayaan kelembagaan masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM, perlindungan sosial, dan penataan kemitraan global.






BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang bermukim di wilayah pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam dan jasa-jasa pedagang, pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan laut, pemilik atau pekerja pertambangan dan energi di wilayah pesisir, pemilik atau pekerja industri maritim misalnya galangan kapal.
Kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat pesisir adalah lagu lama yang tak dapat dielakkan disepanjang sejarah berdirinya republik Indonesia hingga bergulirnya era reformasi, rintihan pilu masyarakat pesisir tidak jua kunjung reda. Semestinya bangsa ini berbangga diri memiliki masyarakat yang rela mencurahkan hidup dan matinya untuk mengelola sumber daya kemaritiman. Mengingat pembangunan kemaritiman bagi bangsa ini merupakan modal besar dan peluang lebar untuk menuju persaingan ekonomi global. Dengan memberdayakan masyarakat pesisir dari kemiskinan dan keterbelakangan adalah langkah yang sangat mendasar dalam tahap awal pembangunan kemaritiman.mempedulikan akibatnya.
Berbagai upaya untuk penanggulangan kemiskinan telah banyak dilakukan, namun pemerintah belum memiliki konsep yang jelas, sehingga penanganan masih bersifat parsial dan tidak terpadu. Akibatnya angka kemiskinan belum dapat diturunkan secara signifikan. Dan justru dengan adanya program penanggulangan kemiskinan, malah jumlah penduduk miskin bertambah.
B.     SARAN
Di bagian akhir ini penulis ingin menyampaikan saran yaitu, kekayaan laut indonesia sangatlah melimpah maka dari itu marilah kita memanfaatkannya dan tetap menjaga kelestarianya.







DAFTAR PUSTAKA

http://hibaj-ilyassblog.blogspot.com
mhs.blog.ui.ac.id
http://dilihatya.blogspot.com











KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat allah swt karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang digunakan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan makalah ini selanjutnya, akan kami terima dengan senang hati.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Karena tanpa bantuan dari mereka makalah ini tak akan dapat kami selesaikan dengan baik. Semoga informasi yang ada dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Makassar , 07 januari 2015

                                                                                       Saifullah













ii

4 komentar: